Mengapa Kita Bepergian?

Beberapa waktu lalu di angkutan umum, aku mendengar perbincangan antar penumpang.

“Jalanan padat ya, ini sudah masuk musim liburan.”

“Iya, orang-orang banyak yang berlibur.”

“Lucu ya, orang Bandung banyak yang liburan ke Yogya. Eh, orang Yogya juga banyak yang liburan ke Bandung.”

Obrolan mengenai liburan ini mengingatkanku pada liburanku dulu. Ketika aku pergi ke Jawa Tengah, di sana aku sampai-sampai membalikkan badanku ketika mendengar ada orang yang menggunakan bahasa Sunda di sana. Ternyata banyak orang selain aku  yang berlibur dari Jawa Barat ke Jawa Tengah kala itu. Nah di saat yang berbeda, aku menjumpai sungguh banyak kendaraan dengan plat nomor luar kota di kotaku. Mobilitas orang terjadi setiap harinya, entah itu di musim liburan atau bukan. Namun memang tak dipungkiri mobilitas ini lebih banyak terjadi di musim liburan, ketika orang-orang memiliki masa tidak terikat dengan sekolah, kampus, atau pun kantornya alias libur.

Mobilitas terjadi dari sana ke sini dan dari sini ke sana. Mobilitas ini bahkan bisa mencapai jarak terjauh yang bisa ditempuh oleh seseorang. Ya, kita butuh bergerak, sekecil apapun langkahnya, walaupun terkadang mobilitas ini menuju tempat yang sudah berulangkali kita kunjungi, tetap saja itu tak menjadikan minat seseorang untuk bergerak menjadi berkurang. Kalau kita memakai logika, mungkin kita berpikir tak ada gunanya juga kita mengunjungi tempat yang sama berulangkali. Tapi ‘pergerakan’ manusia ini bukan hanya dipengaruhi oleh logika, ada hati yang berperan juga dalam ‘pergerakan’ ini. Hati lah yang ingin mengulang kembali pengalaman mobilitas kita yang sebelumnya, makanya tak jarang seseorang pergi ke tempat yang sama berulang kali. Ini jugalah yang kadang membuat kita belum pernah mengunjungi gunung di tempat tinggal sendiri, tapi malah mengunjungi gunung di luar kota.

Bagaimana denganmu, apakah kau melakukan mobilitas di musim liburan ini?